Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kembang Sepatu Bisa Dimanfaatkan Oleh RGE Sebagai Pengendali Hama


Anda mungkin mengenal kembang sepatu sebagai tanaman hias. Warna bunganya yang berwarna-warni mulai dari merah hingga pink memang sedang dipandang mata. Namun, tahukah Anda bahwa bunga dengan nama hibiscus rosa-sinensis ini punya manfaat dalam pengendalian seperti yang dilakukan oleh grup Royal Golden Eagle (RGE)?

Kembang sepatu mudah tumbuh di daerah subtropis hingga tropis. Tak aneh, hampir di semua tempat di Indonesia, tanaman ini bisa ditemui. Di sejumlah daerah pedesaan negeri kita, kembang sepatu malah kerap dimanfaatkan sebagai pagar hijau.
Tanaman ditanam di sekeliling rumah sebagai pengganti pagar. Selain lebih murah, langkah tersebut sungguh cerdik. Rumah menjadi lebih “segar” dan “hijau” berkat keberadaan kembang sepatu.

Namun, Royal Golden Eagle dengan cerdik memanfaatkan kembang sepatu pengendali hama. Secara khusus, mereka melakukannya untuk mengantisipasi hama ulat yang kerap mengganggu perkebunan kelapa sawit.

Perlu diketahui, Royal Golden Eagle merupakan korporasi skala internasional yang lebih banyak bergerak dalam bidang sumber daya alam. Mereka memiliki sejumlah anak perusahaan yang beroperasi dalam bidang berbeda-beda seperti mulai dari pulp and paper, kelapa sawit, selulosa spesial, pengembangan energi, hingga viscose staple fibre.

Pada awalnya, RGE yang didirikan oleh SukantoTanoto dengan nama Raja Garuda Mas. Ia mulai merintisnya sejak 1973. Berkat kerja kerasnya, lambat laun Royal Golden Eagle berkembang pesat. Kini, mereka telah beroperasi di tujuh negara berbeda dengan aset yang ditaksir senilai 18 miliar dollar Amerika Serikat. Bukan hanya itu, mereka juga sanggup membuka lapangan kerja untuk sekitar 60 ribu orang.

Salah satu anak perusahaan Royal Golden Eagle yang bergerak dalam industri kelapa sawit adalah Asian Agri. Mereka merupakan produsen crude palm oil terkemuka di Asia dengan total produksi satu juta ton per tahun. Tak aneh, Asian Agri menjadi salah satu kebanggaan grup yang dulu bernama Raja Garuda Mas tersebut.

Selama ini, Asian Agri mengelola 27 perkebunan kelapa sawit dan 20 pabrik kelapa sawit,. Mereka juga memiliki areal perkebunan kelapa sawit dengan luas 160.000 hektare. Dari total luas tersebut, 60.000 hektare di antaranya dikembangkan oleh para petani plasma yang menjadi binaan dan mitra.
Seperti halnya semua perusahaan di bawah Royal Golden Eagle, Asian Agri menerapkan beragam prinsip-prinsip berkelanjutan dan memerhatikan masyarakat. Ini sesuai dengan arahan pendirinya, Sukanto Tanoto, agar semua unit bisnis RGE mampu memberi manfaat terhadap masyarakat, negara, hingga ikut menjaga kelestarian alam.

Secara konkret, pada 2014, Asian Agri bersama-sama dengan produsen minyak kelapa sawit terkemuka lainnya menandatangani Sustainable Palm Oil Manifesto (SPOM) dan Indonesian Sustainable Palm Oil Pledge (IPOP). Hal ini merupakan komitmen peniadaan deforestasi demi perlindungan terhadap High Carbon Stock (HCS) dan daerah Nilai Konservasi Tinggi (NKT), melindungi lahan gambut, serta memberi kontribusi perkembangan ekonomi dan sosial masyarakat.

PEMANFAATAN KEMBANG SEPATU


Source: Wikimedia
Royal Golden Eagle juga mewajibkan semua anak perusahaannya untuk secara kreatif meminimalkan penggunaan pestisida berbahan kimia. Harus diakui, dalam perkebunan, hama menjadi momok yang menakutkan. Jika tidak dikendalikan, produksi akan menurun drastis karena tanaman rusak.

Hal ini juga ada di kelapa sawit. Terdapat berbagai jenis hama yang merusak. Salah satunya adalah ulat. Dari sekian banyak, hama ulat api yang dikenal paling berbahaya karena sangat merusak.

Mereka mengikis daging daun kelapa sawit dari permukaan bawah dan meninggalkan luka bagian atas permukaan daun. Akibatnya daun yang terserang akan kering seperti terbakar. Kalau dibiarkan terus-menerus, pohon kelapa sawit akan mati.

Sebenarnya hama ulat ini menyukai kelapa sawit yang sudah tua. Namun, ketika belum puas, mereka juga menyerang tanaman yang masih muda. Dengan demikian, bisa dikatakan, tidak akan ada kelapa sawit yang bisa bebas dari ancaman ulat.

Untuk mengendalikannya, penggunaan bahan kimia lewat pestisida sebenarnya dapat dilakukan. Namun, RGE sudah berkomitmen untuk meminimalkan hingga bahkan menghapus penggunaan semua jenis aspek nonalami dalam pengelolaan lahan perkebunannya. Ini selaras dengan prinsip-prinsip berkelanjutan yang mereka terapkan di dalam perusahaan.

Oleh karena itu, pendekatan alamiah dalam penanggulangan hama selalu diutamakan di tubuh Royal Golden Eagle, termasuk di Asian Agri. Maka, sebagai langkah nyata, dengan cerdik mereka memanfaatkan kembang sepatu.

Caranya ialah menanam kembang sepatu di sekeliling tanaman kelapa sawit. Jadi, di dalam perkebunan juga terdapat tanaman hias tersebut. Mengapa seperti itu? Tujuannya simpel. Ulat-ulat tersebut memakan daun kelapa sawit karena lapar. Maka, mereka diberi “pengalih” berupa kembang sepatu.

Kebetulan ulat-ulat sangat menyukai daun kembang sepatu. Alhasil, ketika ada pilihan santapan tersebut, mereka akan melahapnya dibanding daun kelapa sawit. Akibatnya pohon kelapa sawit akan selamat dari serangan hama ulat.

PENGHARGAAN SPESIAL DARI PEMERINTAH


 Source: Inside RGE

Pendekatan alamiah semacam ini sejatinya bukan hal baru di tubuh Royal Golden Eagle. Mereka memang selalu mengutamakan kelestarian alam demi perlindungan terhadap iklim. Ini dilakukan karena pemanasan global terjadi terus-menerus di seluruh penjuru dunia termasuk Indonesia.

Selain memanfaatkan kembang sepatu, grup Royal Golden Eagle juga tercatat menggunakan burung hantu untuk mengantisipasi serangan tikus di perkebunan kelapa sawit. Maklum saja, satwa nokturnal itu merupakan predator alami tikus sehingga efisien untuk mengontrol populasi.

Semua langkah tersebut yang dipadu dengan komitmen untuk menjaga lahan dari kebakaran, melawan pembukaan hutan, serta praktik konservasi hutan bernilai tinggi membuat Asian Agri mendapat apresiasi tinggi. Salah satunya dari Pemerintah Republik Indonesia.

Hal terwujud nyata dari pemberian penghargaan yang diperoleh Asian Agri sebagai perusahaan yang memperlihatkan peningkatan kinerja tinggi dalam aspek praktik ramah lingkungan. Penghargaan tersebut diterima oleh anak perusahaan Royal Golden Eagle tersebut pada 3 Januari 2017 dan diberikan secara langsung oleh Menteri Lingkungan Hidup Indonesia dan Kehutanan, Dr. Ir. Siti Nurbaya Bakar, M.Sc.

Secara khusus, penghargaan itu melihat kinerja yang sangat positif di dua pabrik, yakni di Segati-Plant dan Pabrik Muara Bulian. Apresiasi itu diserahkan di Kantor Wakil Presiden Republik Indonesia di Jakarta.

“Asian Agri diakui oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait komitmen untuk pengelolaan lingkungan berkelanjutan,” ujar Direktur Asian Agri , Freddy Wijaya kala menerimanya. “Penghargaan ini merupakan hasil dari penerapan prinsip-prinsip keberlanjutan di semua lini, dari manajemen perusahaan ke tingkat operasional di lapangan. Pencapaian ini semakin mendorong kami untuk terus meningkatkan kinerja praktik ramah lingkungan untuk memberikan manfaat langsung kepada masyarakat, lingkungan, dan semua pemangku kepentingan.”

Untuk mendapatkan penghargaan seperti ini tidak mudah. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melakukan pemantauan kinerja secara mendetail. Namun, karena perlindungan terhadap iklim sudah menjadi budaya kerja di semua anggota grup Royal Golden Eagle, penilaian apik dapat diperoleh.


Contoh nyata adalah hal sederhana dengan memanfaatkan kembang sepatu. Penggunaannya merupakan bukti bahwa Royal Golden Eagle berupaya serius menjaga keseimbangan alam dengan memanfaatkan sumber daya natural.